GADIS DAN SEBATANG ROKOK


Tirai malam telah diturunkan, lamban sang gelap mulai merayap, masih tergambar jelas dala ingatan ku tentang senja tadi, semburat yang begitu mempesona melapas sang surya, menyambut sang dewi malam. Dari percikan sang senja, aku menangkap kepulan asap kebebasan dari  bibirmu, bibir yang sama seperti hari-hari lalu, bibir yang akan selalu terkontminasi oleh racun-racun nikotin, aku tidak membencinya dan tidak pula menyukainya, namun aku menikmati itu.
Disenja yang sama beberapa tahun yang lalu saat kita berkisah tentang jalan kehidupan, kehidupan yang begitu tidak kita sukai, namun tidak bisa kita benci, saat kau mencoba tersenyum diatas pedih luka yang kau bawa. Kau seperti enggan menceritakan semuanya, sedang kau menyadari semua tak mungkin kau pikul sendiri, dan hanya tawa yang bisa kupersembahkan waktu itu.
Entah sudah berapa lama kita terpisah jarak, ruang, dan waktu, lalu kita bertemu lagi pada senja yang sama. Aku melihatmu gini berbeda dari yang dulu, kau sudah bisa menikmati siksaan nikotin itu, aku tersentak kaget namun hanya bisa tersenyum, kau melihat kepada ku dan ikut tersenyum, senyum yang begitu datar. Aku mencoba mengawali perbincangan disenja ini dengan menanyakan kabarmu, dengan santi kau menjawab, "masih sama seperti dahulu". "sama?" bhatinku merasa tidak terima, sebab kulihat kau berbeda, ingin kulanjutkan perbincangan ini, agar terasa lebih indah seperti senja yang menemani kita. Namun bibirku tak sanggup bergerak dan lidahku terlalu lemas untuk merangkai kata. Aku hanya mampu diam dan menerka-nerka apa yang terjadi padamu selama ini?, sambil kunikmati pemandangan senja disebelah ku, seorang Gadis dengan sebatang Rokok ditangan. 
Tanpa basa-basi lagi kutemani kau menikmati siksaan nikotin itu, kuambil sebatang dan kusulut. Kita menikmati senja disini hanya dengan kebisuan, tanpa ada kata yang terucap. Sedang kita tak pernah mengetahui apa yang terbelesit dalam hati dan fikiran masing.
Sudah satu bungkus kita habiskan berdua, tanpa kata tanpa suara, hanya bisikan cahaya senja dan ayu wajahmu yang telah membiusku dalam kebisuan ini, dan menikmati keindahan itu. Sekarang gelap benar-benar menyelimuti ruang disekitar kita, suara jangkrik dan hewan malam lain mulai bernyanyi merdu. Tiba-tiba kau beranjak dari temoat dudukmu, "ayo kita pulang", ajakan mu begitu lembut membelai telingaku. Sebenarnya aku masih ingin kita disini, menyaksikan dewi malam yang begitu anggun merambah makam, namun aku tak mampu untuk mengajamu, suaramu lembutmu mebius ku untuk mengikuti langkahmu yang gemulai. Pada langkah selanjutnya aku menyisihkan harapan untuk senja esok, semoga aku bisa menikmati seperti senja hari ini.






"Sebuah Karya dari Sepenggal Rasa"

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulas Syair Wong Jowo Ojo Jawal

di balik lagu Metallica Nothing Else Matter

ROKOK Vs JILBAB