SURAT (untuk) NONA


kepada NONA manis

  (bacalah sambil ditemani instrumen ini)

 

Selamat malam non, apakabarmu petang ini. huuffffttt aku gak tau harus memulai dari mana?. Rasanya jemariku kaku, setelah sekian lamanya ku tinggal aksara ini, mungkin sejak kau pergi menghiasi mimpi-mimpi ku. Non apa yang terjadi padamu? wajahmu begitu lesu, semangatmu redup, bagai senja tertelan gelap. Itu pertanyaan yang hampir saja ku muntahkan padamu waktu kita bertemu beberapa bulan yang lalu. Namun pertanyaan-petanyaan itu dan ribuan pertanyaan lainnya tak jadi ku luapkan padamu, ya padamu. Sebab yang datang bersamamu adalah lelaki, lelaki itu mereka sebut suamimu. Huffftttt..... ku sulut lagi sebatang rokok yang ada di samping ini, gelas kosong sisa kopi kemarin aku jadikan asbak. Mungkin atau seadainya gelas itu mampu bicara dia akan memaki ku habis-habisan. Sebab, setelah sedari kemarin dia kucucup dengan bibir ini, kali ini ia hanya menjadi sampah dari sisa-sisa kretek ku yang terbakar. Non, jujur sebenarnya malam ini aku punya cita-cita untuk tidur agak sore. Sebab sudah berminggu-minggu ini aku selalu tidur pagi, tentu bangun juga harus pagi, sebab aku punya tanggung jawab untuk kerja. Iya, benar, cita-cita kamu gak salah baca. Kalau bicara soal cita-cita kali ini yang ku bicarakan adalah hal-hal sederhana, bukan seperti dahulu yang pernah kita bahas waktu sekolah.

Oya, tentang lelaki itu, lelaki yang mereka sebut suamimu, entah siapa namanya? aku tak ingat atau aku yang tak pernah ingin tau siapa dia. Dan lelaki kecil dalam gendonganmu itu, mereka menyebutnya anakmu. aku ingat kau pernah memberi tahukan namanya padaku, tapi sekali lagi maaf non, aku tak mampu lagi mengingat namanya. Non, setelah sekian lamanya, tentu diantara kita kini berbeda, terutama padamu non, kau sudah tak seperti dulu lagi. Tak seperti dulu yang ku maksud disini, kau sudah tak sendiri lagi, namun kau ada pada suatu ikatan yang sah, yang menurut orang-orang itu adalah pernikahan. Entah sesulit apapun hal yang kau alami sekarang, itu harus kamu jalani, kau tak harus merusaknya. Maaf, jika dibeberapa pembicaraan terakhir kita, mungkin aku sedikit kasar padamu. Ini caraku non, sebab aku tak ingin jika nanti orang-orang yang tak mengerti berkata, kalau aku Si Perusak "PAGAR AYU". Meski aku tau, pagarmu tak se "ayu" yang mereka katakan. Tentu non, setelah sekian lama kebersamaan ini, kau tak akan mampu menghapus aku begitu saja, ketahuilah akupun begitu. Namun, setidaknya aku mencoba, meski sakit, kau tau jika aku tak akan membencimu. Taukah non, ketika ku dengar suaramu, tangismu, tawamu, meski itu hanya lewat pesan suara, aku begitu akrab dengan itu semua. 

Oya, aku sebenarnya ingin sedikit cerita padamu, tentang perempuan yang beberapa bulan yang lalu pernah ku dekati. Aku hampir saja jadi gila karenanya, tapi taukah kau, ketika aku dengar kabar dia menikah dengan lelaki lain. Secara ajaib akupun menjadi waras kembali. Entah apa yang terjadi padaku, aku seperti tak pernah bisa lepas dari sosokmu. Jika saja aku seperti lelaki lain non, mungkin aku akan memakimu setelah apa yang kau lakukan padaku. Sadarkah jika sekarang kau sudah bersuami? lalu kenapa? kenapa kau datang lagi pada lelaki yang pernah kau campakan ini?. Non, aku tak akan memakimu lajang, aku tak akan memakimu binal, aku jua tak akan memakimu murahan. Karena kau memang bukan lajang, binal yang murahan. Kau hanya seorang perempuan yang mencoba untuk bisa dan mampu, atau lebih tepatnya coba memaksa untuk memampukan dirimu. Namun kau membuang tongkat yang dulu ku tawarkan. Kini tongkat yang kau pegang lapuh dan rapuh, tak mampu lagi menjaga mu untuk tetap berdiri. Lalu, kau kembali untuk mencari-cari tongkat yang dulu pernah ku tawarkan. Sadarlah non, kini itu semua terlambat bagiku, aku tak akan lagi memberikan tongkat itu padamu. Jika kau ungkit tentang masa lalu, memang benar tongkat itu kuberikan dengan segenap cinta dan kasihku. Seadainya saja kini sesekali tongkat itu kuperlihatkan padamu, itu hanya belas kasihku. Dulu, bukan aku yang memoles tongkat itu menjadi tegap dan tegar, tapi dirimu. ya,,,, benar dirimu, bukan yang lain. Begitu juga dengan tongkat yang ada di tanganmu, kau bisa saja menjadikannya kuat seadainya kau sadar. Lalu, bagaimana caranya itu bukan urusanku lagi untuk saat ini non, cobalah bertanya pada lelaki itu, yang mereka sebut suamimu.


Non, tongkat itu kini ku persiapkan untuk seorang perempuan, yang mana pada dirinya tak pernah ada dirimu. Maaf non kini aku sudah benar-benar coba untuk menghapusmu hingga tak tersisa. Namun, sampai detik ini aku masih tak berani untuk menunjukan rasaku padanya. Entah ini karena masa lalu diantara kita atau perkara lain. Bukan non, bukan, bukannya aku takut untuk jatuh cinta tapi aku terlalu takut menggarami luka yang belum pernah kering ini. Mungkin ini lah yang mereka sebut trauma, atau mungkin aku sendiri yang terlalu pengecut. Akh,,, non, mengapa jadi aku yang curhat begini padamu? atau mungkin aku tak pernah bisa coba ngobrol dengan yang lain? 

Sudahlah non, kita sudahi dulu surat yang gak jelas ini, meski aku yakin secapek apapun aku tulis surat ini, tentu belum tentu kau baca. karena aku faham kau terlalu fakum untuk dunia perbloogeran. tapi seandainya kau baca juga non (entah sengaja atau tidak) semoga kau tau maksudku yang sebenarnya, hingga kau tak gagal faham lagi. Tapi, jika seandainya kau tetap gagal faham, semoga itu yang terbaik untukmu, lelaki itu yang mereka sebut suamimu, dan anak kalian.

Selamat malam dan terimakasih

NON, yang terjadi diantar kita hanya ruang lingkup kehampaan, dimana kita hanya coba mengisi kekosongan-kekosongan yang ada dengan kenangan masa lalu yang tercecer, kemudian orang yang kehabisan kata menyebutnya "RINDU"

Sedang,

yang mengakar padaku saat ini hanyalah dirinya, yang kini mengalir didarahku, dan berhembus dengan nafasku, kemudian orang yang kekurangan kata menyebutnya "CINTA"




"Sebuah Karya dari Sepenggal Rasa"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulas Syair Wong Jowo Ojo Jawal

di balik lagu Metallica Nothing Else Matter

ROKOK Vs JILBAB